Jumat, 19 Maret 2010

Budaya Pelayanan Jepang

Sebuah review dari seorang praktisi internet dan multimedia

Ketika saya kuliah S2 Jurusan Manajemen -- dalam pembahasan Etika Bisnis, Manajemen Internasional dan Pemasaran Internasional -- selalu ada bab khusus tentang perusahaan Jepang dan budaya bangsanya yang sangat spesifik.

Bab khusus ini membahas kemampuan penelitian dan pengembangan Jepang yang memang sangat maju dan unggul. Teknologi produksi yang canggih, efisien dan manajemen yang kuat. Namun pada puncaknya pembahasan akan sampai pada masalah pengaruh budaya yang sangat kuat yang melatarbelakangi praktek bisnis di Jepang.

Salah satu budaya di Jepang dan telah kita pelajari sejak SD adalah praktik bisnis "dumping", yaitu menjual barang produk sendiri dengan harga lebih mahal di dalam negeri dibanding harga ketika barang yang sama dijual di luar negeri. Dumping adalah wujud nasionalisme konkret dan sekaligus strategi bisnis memenangkan persaingan di pasar internasional bangsa Jepang.

Terbukti, selama berpuluh tahun, praktek dumping mampu meningkatkan kemakmuran bangsa Jepang, karena warganya sangat mencintai produk dalam negeri.

Raksasa elektronik asal Korea yaitu Samsung, mengakui tidak sukses menaklukkan pasar di Jepang walaupun mereka sudah memberikan harga netto. Masalahnya adalah karena pasar di Jepang secara budaya telah terdidik untuk mencintai produk lokal dan memahami bahwa semurah apapun harga produk asing maka sebagian besar uangnya akan mengalir ke luar negeri, memperkaya bangsa lain.

Artinya bangsa Jepang rugi. Sebaliknya, semahal apapun harga produk lokal sejenis, namun 100% uangnya akan kembali ke bangsa Jepang sendiri.

Semua itu berlaku untuk produk apapun bukan hanya elektronik. Produk China yang sangat murah dan berusaha masuk ke pasar konsumer kelas bawah pun kesulitan memenangkan pasar di China. Misalnya, walaupun harga produk pakaian di Jepang sangat mahal, tetapi di toko-toko tradisional yang melayani masyarakat bawah sekalipun, produk pakaian China yang sangat murah tetap kurang laku.

Selain karena nasionalisme tadi juga karena alasan kualitas. Bangsa Jepang memang sudah terbiasa menggunakan produk berkualitas yang akan mereka gunakan selama bertahun-tahun dengan setia -- loyalitas.

Karena loyalitas pasar yang demikian tinggi, maka semua perusahaan di Jepang menjadi punya ikatan dan tanggung jawab moral serta penghormatan yang luar biasa kepada para konsumennya. Sehingga terbentuklah budaya pelayanan yang tidak tertandingi oleh bangsa lainnya di dunia ini. Bahkan sedemikian tertanamnya budaya ini sehingga menjadikan isu pelayanan sebagai urusan pribadi para eksekutif perusahaan Jepang yang menyangkut harga diri dan integritas.

Tidak jarang top eksekutif perusahaan Jepang mengundurkan diri karena gagal memberikan pelayanan terbaiknya kepada konsumen atau cedera janji dan sejenisnya.

Salah satu kasus terbaru adalah permintaan maaf eksekutif tertinggi sekaligus pemilik brand Toyota kepada masyarakat China akibat kegagalan produknya mobil RAV4 yang mengalami gangguan pada pedal gas -- ini juga mengakibatkan kecelakaan tragis beberapa waktu lalu di Jakarta.

Tidak cukup hanya menarik produk, sang pemilik sampai memerlukan datang dan memberikan pernyataan terbuka di China, membungkuk berkali-kali di depan media serta tidak berhenti meminta maaf dan menyatakan, "dalam setiap produk Toyota terdapat nama keluarga saya". Artinya walau itu masalah bisnis, namun bagi mereka itu menjadi tanggung jawab moral dan harga diri (integritas) sebagai pribadi mewakili keluarga besar klan Toyota.

Kegagalan memberikan pelayanan terbaik adalah cacat, dosa yang tidak tertanggungkan.

Melayani dengan Hati

Bulan Januari yang lalu, kebetulan saya dan sejumlah rekan kerja mengikuti training di AOTS Tokyo, Jepang, selama dua minggu.

Ada satu pengalaman berkesan ketika berbelanja di OIOI yaitu salah satu jaringan department store terbesar di Jepang. Ketika itu rekan kami membeli sejumlah barang, sepasang setelan blazer untuk acara penutupan, koper tambahan karena "pembengkakan" barang bawaan, beberapa CD untuk merekam foto kenangan dan sasaran yang terakhir sepasang sepatu boots.

Maklum winter sale hingga 70% membuat rekan kami jadi susah tidur kalau belum belanja. Yang tidak kami sadari adalah, pada saat kami sibuk memilih dan mencoba aneka barang di mal tersebut, ternyata waktu telah menjelang pukul 22.00 waktu setempat.

Sementara mal itu seharusnya tutup pukul 20.30. Anehnya, walaupun seluruh lantai dimana kami masih sibuk berbelanja sudah sepi pengunjung, namun ternyata petugas sales di semua counter -- bukan hanya di counter tempat kami belanja -- tetap siap sedia melayani.

Tak ada satupun petugas yang menegur kami untuk sekedar mengingatkan bahwa mal telah tutup dan kami bahkan telah melewatkan injury time dan perpanjangan waktu sekaligus. Mereka tetap tersenyum menunggu kami selesai bahkan membawakan barang belanjaan sembari mengantarkan, menunjukkan arah kemana harus keluar karena semua pintu telah ditutup.

Lebih berkesan lagi, justru sepanjang jalan si sales tidak berhenti meminta maaf dan berterima kasih, termasuk kasirnya, sales lain sepanjang koridor yang kita lewati dan bahkan satpamnya.

Luar biasa. Belum pernah seumur hidup kami mendapatkan pelayanan semacam itu. Tanpa diminta, karena mengetahui kami adalah orang asing, mereka juga menunjukkan pintu dan arah yang terdekat untuk menuju stasiun Metro Subway dan Bus-Taxi stop -- padahal kami sebenarnya cuma jalan kaki saja.

Suatu pertunjukan dedikasi penuh yang kalau dipikirkan barangkali "ulah" kami tersebut bakal menimbulkan kesulitan bagi semua karyawan yang tadi melayani kami. Sales, kasir, satpam, semuanya kebanyakan adalah kaum urban yang tinggal jauh di pinggiran Tokyo.

Mereka harus menumpang Metro Subway selama sedikitnya dua jam dalam cuaca dingin menggigit yang malam itu saya cek mencapai minus 4 derajat celcius.

Saya jadi membandingkan dengan budaya pelayanan kita. Seandainya kita berbelanja lewat waktu di salah satu mal termewah di Jakarta sekalipun, pasti kita akan berhadapan dengan situasi yang sebaliknya, tidak menyenangkan. Jangankan dilayani, bahkan mungkin kita akan diperingatkan setengah diusir.

Sudah pasti kalau belanja lewat waktu, tidak akan ada sales yang mau melayani bahkan saya pernah ditolak kasir saat akan membayar karena mesinnya telah dimatikan sehingga harus berputar jauh ke kasir yang masih on.

Lebih parah lagi tidak jarang lampu telah dipadamkan sehingga harus kesulitan dan kebingungan berjalan dalam gelap. Ketika ingin keluar, semua pintu telah ditutup, tidak ada yang mau menunjukkan ke mana jalan yang harus dilalui sehingga akhirnya terpaksa ikut rombongan karyawan yang pulang melewati lorong darurat.

Penderitaan belum berakhir, dengan barang bawaan yang cukup banyak terpaksa masih harus berjalan jauh melewati "jalur tikus" lainnya menuju ke tempat parkir. Masih untung kalau lokasi parkirnya juga belum digembok oleh satpam.

Ketika kami berkunjung ke sebuah lokasi wisata Kamakura -- dua jam dari Tokyo, beberapa kesan pelayanan juga kami alami. Di sebuah toko kelontong, pemiliknya sepasang suami isteri yang sudah sangat berumur terlihat masih bersemangat dan dengan tekun melayani pengunjung.

Tanpa diminta mau menjelaskan berbagai macam benda "aneh" yang dijual di tokonya, seperti jam pasir kayu ukuran mini yang betul-betul berfungsi (durasi 1 menit). Penjelasan dengan bahasa inggris terbata-bata tetap mereka berikan dengan senyuman.

Kemudian pada saat makan malam kami memilih sebuah rumah makan sederhana di dekat stasiun. Ternyata seluruh awaknya adalah pemuda-pemuda yang dengan sigap bersemangat dan ramah melayani pengunjung.

Jenis makanan yang kami pesan adalah sejenis martabak telor, namun harus dimasak sendiri. Karena kami kebingungan bagaimana cara masaknya, para pemuda yang melayani itu tidak segan membantu kami memberikan contoh bagaimana cara memasaknya bahkan memberikan beberapa trik. Dia bahkan menunggui kami sampai berhasil membuat masakan itu dan mau menyediakan tambahan telur yang kami minta.

Ilustrasi di atas adalah contoh nyata bagaimana budaya pelayanan sudah sedemikian dalam dihayati dan diamalkan oleh bangsa Jepang. Bukan hanya department store besar tetapi juga toko kelontong. Sikap ini ternyata diturunkan dari warga senior hingga ke generasi muda.

Sony AK vs Sony Corp

Maka ketika minggu lalu Sony AK, sahabat saya, menyampaikan keluhan karena mendapat somasi dari Sony Corp salah satu ikon raksasa elektronik asal Jepang, saya merasa kaget. Bukan karena masalah substansi kasusnya -- karena sebenarnya sengketa domain itu biasa -- namun saya kaget mengingat "ancaman" tindakan hukum bukanlah budaya bisnis Jepang. Bahkan sangat bertentangan dengan etika yang mereka anut.

Mereka memilih pendekatan kekeluargaan dan lebih baik memberikan kompensasi daripada cari ribut. Terutama para manajemen senior, umumnya tidak menyukai kontroversi apalagi sampai di ranah publik. Mereka lebih khawatir cedera kehormatan dan mendapat malu daripada kerugian.

Karena itu, permasalahan hukum sengketa bisnis sangat jarang terjadi di Jepang. Apalagi kepada pihak konsumen atau individu yang dianggap merugikan. Tindakan hukum jelas bukan pilihan.

Dunia bisnis Jepang selalu mengingat pengalaman buruk di masa lalu dan mengambil suatu sikap yang tegas dan antisipatif untuk mencegah hal sama terulang. Kasus Aji No Moto yang diduga mengandung lemak babi menjadi pelajaran yang sangat berharga. Sony Corp sendiri punya pengalaman buruk ketika produknya sempat diboikot beberapa tahun yang lalu saat menutup pabriknya di Indonesia.

Apalagi secara emosional, seringkali pada akhirnya produk Jepang akan dikaitkan dengan praktek imperialisme di masa lalu yaitu ketika Perang Dunia II dan sebelumnya. Perusahaan Jepang sepenuhnya menyadari sentimen psikologis ini di semua negara kawasan Asia Pasifik. Hal ini akan selalu menjadi pertimbangan serius apalagi Indonesia adalah salah satu pasar utama dan terpenting ditengah persaingan dengan China.

Secara spesifik, dalam kasus sengketa domain, walaupun Sony Corp dalam beberapa tahun belakangan telah menghadapi 19 kasus hukum sejenis, namun mereka tetap memperhatikan dampak yang diakibatkan oleh kasus Nissan vs Nissan di Amerika. Kemerosotan penjualan produk Nissan di Amerika tidaklah sebanding dengan kepentingan atas domain dan merek tersebut.

Fakta bahwa Nissan tidak sepenuhnya diakui sebagai brand Jepang tidaklah serta merta menghilangkan dampak sentimen psikologis beban sejarah masa lalu bangsa Jepang.

Artinya dalam kasus Sony vs Sony ini, bisa jadi Sony Corp tidak ingin mengulang blunder yang dilakukan Nissan apalagi secara hukum kemungkinan menang sangat kecil. Potensi risiko yang akan dialami seperti kemungkinan mendapat somasi perlawanan, boikot produk hingga tekanan internal dari pebisnis Jepang lainnya seandainya kasus ini meluas menjadi gerakan anti produk Jepang, akan jauh lebih besar dan tidak sebanding dengan nilai nama domain itu sendiri, apalagi Sony Corp sudah memiliki domain resmi sendiri.

Beda situasi dengan Nissan yang belum memiliki domain resmi dan terlanjur digunakan oleh pihak lain.

Maka tindakan Sony Corp yang langsung meminta maaf kepada Sony AK dan menghentikan kuasa hukumnya sesungguhnya adalah sikap yang sejati, sesuai dengan budaya bisnis yang dianut oleh bangsa Jepang.

Walau seharusnya tindakan itu dapat dilakukan lebih cepat yaitu akhir pekan lalu sebelum kerusakan serius benar-benar terjadi. Saat ini, ketika lebih dari 15 ribu dukungan terhadap Sony AK telah diperoleh di Facebook dan internet, juga diberitakan luas oleh semua media nasional, maka sebenarnya untuk memulihkan kredibilitas Sony Corp sudah sepantasnya apabila disampaikan permintaan maaf yang lebih terbuka kepada publik.

Pelajaran terpenting dari kasus ini adalah sudah sepatutnya kita meniru budaya malu serta integritas bangsa Jepang dalam memberikan pelayanan dan penghormatan terhadap pasar. Termasuk penghargaannya terhadap karya bangsa sendiri dan kecintaannya menggunakan produk lokal, betapapun mahalnya. Sebab dengan cara itulah bangsa Jepang mampu untuk bangkit dari keterpurukan masa lalu.

Karena loyalitas konsumennya maka semua produsen Jepang bisa melakukan improvement terhadap produknya yang semula berkualitas rendah menjadi terpacu semakin baik hingga tak tertandingi. Karena kepercayaan segenap bangsa.

Semoga kasus Sony Corp vs Sony AK ini membuka mata kita semua dan mendorong semangat baru untuk bekerja dengan etika dan dedikasi yang tinggi sebagai penghormatan kepada semua pihak.

sumber : http://www.detikinet.com/read/2010/03/19/095518/1320948/328/budaya-pelayanan-jepang

Kesimpulan dari saya :
Luar biasa dan salut untuk orang-orang Jepang. Sebuah hal yang mungkin sepele namun mempunyai dampak yang luar biasa. Hal yang nampaknya sulit untuk bangsa kita lakukan. Klo kita lihat anyak sekali orang-orang kita yang begitu bangga dengan produk luar. Contohnya sewaktu beberapa saat kemarin (mungkin sudah setahun atau 2 tahun lalu) fenomena Blackberry yang booming. Berbondong-bondong orang membeli HP yang tergolong sebagai HP pintar. Mereka dengan bangganya menenteng dan memamerkannya. Dan saat ini di saat begitu banyaknya HP serupa yang tidak kalahnya canggihnya bermunculan, mereka pun langsung berganti HP. Sebuah fenomena yang menunjukkan betapa konsumtifnya orang-orang di negara kita ini. bangga akan produk luar.
Pernah juga saya sendiri melihat betapa pelayanan di negara kita ini sangatlah kurang. Saat itu saya dan teman-teman baru saja pulang bermain bulutangkis kemudian kami pun makan di sebuah tempat makan yang kalau kita lihat tempatnya cukup menyenangkan dan setelah kami lihat daftar menunya harganya cukup bersahabat. Jam saat itu menunjukkan pukul 7 malam. setelah kami selesai memesan kami pun menunggu. mungkin sekitar 30 menitan pesanan kami datang. Dimulai dari minuman namun itupun tidak berbarengan, hanya beberapa saja yang disajikan. kemudian setelah hampir 1 jam makanan pun datang namun hal yang sama terjadi, hanya beberapa makanan saja yang tersaji. Sebuah hal yang mana dapat membuat orang sangat emosi. Bayangkan saja, kami sudah capek setelah berolahraga, pesan makanan dari jam 7 namun sampai jam 9 tidak juga dilayani dengan baik. Bahkan beberapa dari teman saya ada yang belum dapat pesanannya. Pelayanan macam apa ini??!! Kemudian dengan rasa kesal kamipun beranjak dari tempat duduk kami dan protes kepada pihak kasir. bukannya meminta maaf atau bagaimana, respon apapun tidak kami dapatkan. Si pemilik yang ada di tempat pun cuma diam saja. Ya ampuuunn.. Apa-apaan ini?? Woi! Kami ini tamu. Akhirnya kamipun langsung membayar pesanan yang sudah diantar saja kemudian pergi dari tempat makan tersebut dan mencari tempat makan lain.
Yah ini hanyalah satu dari begitu banyak pengalaman pribadi saya yang tak mengenakkan dari segi pelayanan. Mungkin banyak dari Saudara-saudara yang lain rasakan. Saya tidak ingin menjelekkan bangsa kita sendiri. Saya begitu mencintai negara kita ini. Yang ingin saya tekankan adalah mengapa kita tidak pernah belajar untuk lebih baik? Kalau bangsa lain bisa mengapa kita tidak? Ya begitulah..
Baca selengkapnya

Jumat, 22 Januari 2010

DBSK - Doushite Kimi wo Suki ni Natte Shimattandarou (Why did I end up falling for you?)

Video yang menyedihkan. Tp memang ini lagu yang paling kusuka dan paling pas buatq.. T_T


Lyrics :

Doushite kimi wo suki ni natte shimattan darou
Donna ni toki ga nagarete mo kimi wa zutto
Koko ni iru to omotteta noni
Demo kimi ga eranda no wa chigau michi

Doushite kimi ni nani mo tsutaerarenakattan darou
Mainichi maiban tsunotteku omoi
Afuredasu kotoba
Wakatteta noni
Mou todokanai

Hajimete deatta sono hi kara
Kimi wo shitteita ki ga shittanda
Amari ni shizen ni tokekonde shimatta futari

Doko ni iku nori mo issho de kimi ga iru koto ga touzen de
Bokura wa futari de otonaninatte kita
Demo kimi ga eranda no wa chigau michi

Doushite kimi wo suki ni natte shimattan darou
Donna ni toki ga nagarete mo kimi wa zutto
Koko ni iru to omotteta noni
Mou kaerenai

Tokubetsuna imi wo motsu kyou wo
Shiawase kao de tatsu kyou wo
Kireina sugata de kami sama ni negatteru kimi wo

Boku janai hito no tonari de
Shukufukusareteru sugata wo
Boku wa douyatte miokureba ii no darou

Doushite kimi ga suki ni natte shimattan darou
Ano koro no bokura no koto
Mou modorenai (kangaeta kangaeta)

Doushite kimi no te wo tsukami ubaenakattan darou
Donna ni toki ga nagarete mo kimi wa zutto
Boku no yoko ni iru hazu datta (sono mama ni)

Soredemo kimi ga boku no soba hanareteite mo
Eien ni kimi ga shiawase de iru koto
Tada negatteru
Tatoe sore ga donna ni sabishikute mo (sabishikute mo)

Translate :

Why did I end up falling for you?
No matter how much time has passed
I still thought you were right here
But you've already chosen a different path

Why couldn't I call out to you at all?
Every day and night growing emotions
And words overflow
But I realized that
They'd never reach you again

Since that day I first met you
I felt like I already knew you
You and I melded into each other so smoothly

It was natural for me to be where you were
The two of us grew up together
But you've already chosen a different path

Why did I end up falling for you?
No matter how much time has passed
I still thought you were right here
Now we can't turn back

The special meaning held by this day
Today you stood with a happy expression
You looked beautiful while praying to God

But I wasn't the one next to you
And the image of you receiving blessings
Of that how could I let go?

Why did I end up falling for you?
How we were before
We can't return to it anymore (I've thought it through, thought it through)

Why didn't I hold on to your hand?
No matter how much time has passed
You should've always been by my side (never changing)

But still, even if I'm nowhere near you anymore
I'm praying that you
May be happy for eternity
No matter how much that would make me lonely (no matter how lonely)

Lyric + translate source : http://fangirlmitz.blogspot.com/2008/05/lyricstranslation-tohoshinki-doushite.html

Baca selengkapnya

Sabtu, 16 Januari 2010

Binaural Recording

            Dalam benak anda pasti bertanya-tanya, "Apakah itu Binaural Recording?". Binaural Recording ada semacam metode merekam suara. Intinya adalah dengan menggunakan dua buah michrophone yang mempunyai jarak tertentu. Hal ini dimaksudkan agar hasilnya nanti akan berefek seperti nyata. Contohnya apabila ada sebuah motor yang lewat di depan kita dengan kecepatan tinggi, dengan menutup matapun kita dapat mengetahui motor tersebut berasal dari arah kiri atau dari arah kanan kita. Hasil dari rekaman tersebut mampu menghasilkan suara yang terdengar nyata seolah-olah kita mengalaminya sendiri. Luar biasa bukan?

            Kalau dipikir-pikir lagi ternyata hasil rekaman ini mampu menguji daya imajinasi kita? Kok bisa? Setiap orang pasti mempunyai daya imajinasinya sendiri-sendiri, nah rekaman tersebut telah memiliki alur tetapi hanyalah suara saja sehingga kitapun dituntut untuk berimajinasi. Bukan tidak mungkin setelah mendengar contoh rekaman-rekaman Binaural Recording ini kita akan mempunyai daya imajinasi yang tinggi. Sepertinya tidak hanya itu saja fungsi dari Binaural Recording. Silahkan anda cari tahu dengan mencobanya sendiri. Jika tidak mencobanya sendiri anda tidak akan tahu. Ini dari beberapa contoh yang dapat anda lihat maupun download.


Youtube :



Versi MP3nya :
http://www.moillusions.com/wp-content/uploads/virtualhaircut.mp3
http://www.moillusions.com/category/audio-optical-illusions
http://listverse.com/2008/02/29/top-10-incredible-sound-illusions/
http://www.qsound.com/demos/binaural-audio.htm
http://onemansblog.com/2007/05/13/get-your-virtual-haircut-and-other-auditory-illusions/

Baca selengkapnya

Senin, 06 April 2009

Libur panjang setelah KKN

Akhirnya KKN selesai juga... senangnya bisa ngeblog lagi...
Mmmmm... ntar ajalah ngisinya... mau kumpulin bhnnya dulu... hehe..
<-- enjoy easy blog --> Baca selengkapnya

Rabu, 04 Februari 2009

IBM Lahirkan Superkomputer Berkekuatan 2 Juta Laptop


Tak henti-hentinya IBM menciptakan komputer yang memiliki kekuatan super. Setelah menghadirkan superkomputer tercepat di dunia, kini IBM melahirkan komputer yang diklaim memiliki kekuatan setara dua juta laptop.


Teknologi komputer bernama Sequioa ini memiliki performa hingga 20 petaflop per detik. Petaflop artinya mampu melakukan proses pada tingkat quadrillion operasi per detik (1 quadrillion = 1 juta miliar).

Sistem Sequioa terdiri dari 1,6 juta prosesor dengan 96 rak.

Dikutip detikINET dari Reuters, Selasa (3/2/2009), sistem ini akan digunakan untuk Lawrence Livermore National Laboratory, Departemen Energi Amerika Serikat. 

Sequioa dan sebuah komputer yang lebih kecil yang disebut Dawn digunakan untuk simulasi tes nuklir. Selain itu juga efisien untuk keperluan meramalkan cuaca dan eksplorasi minyak.

sumber : http://www.detikinet.com/read/2009/02/03/135320/1078753/317/ibm-lahirkan-superkomputer-berkekuatan-2-juta-laptop

Baca selengkapnya

Printer 'Hijau' Pakai Tinta Ampas Kopi


Teknologi yang ramah lingkungan terus digeber untuk mencegah kerusakan bumi. Seperti halnya printer 'hijau' ini yang tidak lagi memerlukan listrik dan cukup memakai ampas bubuk kopi sebagai tinta.


Konsep printer yang dinamakan RITI itu jadi salah satu unggulan dalam sebuah kompetisi tingkat dunia bernama Greener Gadget Competition. Sebab cukup dengan ampas kopi, pengguna diklaim bisa langsung mencetak dokumennya.

Dikutip detikINET dari Gizmag, Selasa (3/2/2009), penggunaan printer RITI tersebut cukup mudah. Awalnya, pemakai cukup memasukkan ampas kopi pada cartridge yang berada di atas printer. 

Setelah kertas dimasukkan, pengguna cukup menggerakkan cartridge maju mundur untuk mencetak sehingga tak diperlukan energi listrik untuk mendayai piranti ini.

Dengan demikian pengguna printer tidak perlu lagi repot-repot membeli tinta konvensional. Hanya saja, konsep printer ramah lingkungan ini memang punya beberapa keterbatasan, misalnya tidak bisa mencetak konten berwarna. Tidak dijelaskan pula bagaimana ampas kopi bisa jadi substitusi tinta konvensional.


sumber : http://www.detikinet.com/read/2009/02/03/153036/1078804/511/printer-hijau-pakai-tinta-ampas-kopi

Baca selengkapnya